Selasa, 26 Oktober 2010

Dialog Ngimpiii

Dialog imajiner terinspirasi dari suatu iklan di Tivi. Terjadi antara se(orang?) jin dengan pejabat pemerintahan. Ini bisa terjadi kapan saja, tanpa bermaksud apa-apa, sekedar guyonan reflektif.
"Sebutkan satu permintaan!" kata si jin.

"Pengen program-program saya sukses!" balas si pejabat.

Sang jin berpikir, saya membayangkan ini persis seperti di tivi. Tangannya memegang dagunya. Sejurus, tidak lama, kemudian langsung muka dengan muka dengan sang pejabat. 

Berkatalah sang jin dan langsung terbahak-bahak mengejek.

"Ngimpiiii...."


Dialog sebenarnya terjadi di suatu siang yang panas, walaupun berada di dalam ruangan. Ini antara sesama orang-orang yang mengaku-ngaku atau diakui entah oleh siapa, sebagai 'abdi negara'. Kali ini terjadi kemarin, masih juga tanpa bermaksud apa-apa, sekedar guyonan reflektif.

"Dulu, kamu pernah kerja di perusahaan tiiiitttt (disensor karena menyebutkan merek perusahaan)?" tanya seorang abdi negara. Sebut saja si abdi nomor 1.

"Iya," jawab si abdi nomor 2 spontan.

"Trus, kok keluar dan milih jadi pns?"

"PNS kan gak ada kerjaan. Santai."

"Ooo, ya sudah. Gak apa-apa. Ini cuma tanya sa. Hanya pengen tahu. Kamu bisa jadi gambaran profil banyak orang. Kalau profil kayak kamu, dikali berapa ribu orang, kan jadi banyak."

"Be pung kawan dong, ju sama sa. Dong semua setiap kali ada ujian pns, pasti ikut," sang abdi nomor 2 menyambut jawaban abdi nomor 1.


Dialog sebenarnya, lanjutan dari dialog sebenarnya sebelumnya. Masih dengan para aktor yang sama. Dimulai dari abdi nomor 1.

"Kalau pns tidak digaji, apa orang masih mau jadi pns, gak ya?"

"Kerja bakti, ko?"

"Iya. Kan katanya demi mensejahterakan orang lain. Mensejahterakan masyarakat. Rakyat."

"Son ada yang mau kerja frei-frei."

"Kan, mensejahterakan masyarakat. Seperti sukarelawan. Volunteer. Mungkin kayak di LSM."
Nomor 1 melanjutkan lagi.
"Teorinya kan: kita bisa beri apa yang kita punya. Bill Gates bikin yayasan karena sudah kaya. Gak tau mau dikemanain duitnya. Jadi filantropi."
Diam sekejap. Dilanjutkan lagi.
"Jadi, yang jadi pns itu harus yang sudah sejahtera. Jadi bisa membagi kesejahteraannya ke orang lain. Kalau belum sejahtera, yang terjadi ya pasti para pns berlomba-lomba mensejahterakan dirinya dulu. Susahnya, ukuran sejahtera itu susah dibatasi sih."

"Betul, yang namanya sejahtera itu pengertiannya banyak. Yang kelihatan sudah sejahtera, sudah banyak duit pun masih bilang belum sejahtera."

Jawaban terakhir menggiring benak ke berita-berita tentang korupsi, studi banding, dan kartu jamkesmas.

Dialog imajiner penutup. Antara diri sendiri dengan bayangan. Bisa terjadi kapan saja, asal ada bayangan. Tanpa bermaksud apa-apa, sekedar guyonan reflektif.

Diri sendiri: "Ngimpiiii...???"

Bayangan: "Ada apa?"

"Itu loh, bapak pejabat kita kan katanya pengen programnya sukses. Katanya kalau dua persen saja penduduk di wilayahnya jadi wirausaha, masyarakat akan maju. Wilayahnya jadi sejatera."

"Trus kenapa? Itu kan teorinya bapak Ci. Ciputra maksud saya."

"Betul. Tapi kan..."

"..selalu ada tapinya."

"He-eh. Tapinya itu, profil masyarakatnya itu kayak begitu."

"itu kayak begitu?"

"Iya. Itu tuh! Pns mania. Biar sudah di swasta, masih nyari jadi pns."

"Ya sudah, emang kenapa?"

"Lah, kalau semuanya begitu gimana?"

"Kan bagus. Tapi kan gak mungkin."

"Memang gak mungkin, tapi kan dalam alam bawah sadarnya, maunya jadi pns."

"Udah, gak usah mbulet. Tu de poin saja. Maksudnya apa?"

"Oke. Begini loh, maksudnya itu, pak pejabat maunya dua persen jadi wiraswasta. Kalau profilnya kayak begitu, semua mau jadi pns, mungkin tidak semua, tapi hampir semua, kan gak mungkin bisa tercapai. Apalagi begitu masuk, belum sejahtera. Masih mensejahterakan dirinya dulu. Itu pun kalau habis itu ingat untuk mensejahterakan orang lain. Kapan masyarakat kita jadi sejahtera?"

"Oooo... bisa."

"Bisa? Gimana?"

"Ngimpiii....." kata sang bayangan sambil terbahak-bahak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar